Apakah Anda merasa menjadi seorang juara kelas merupakan suatu prestasi yang sangat membanggakan atau malah sebaliknya, mencemaskan?
Ketika saya masih duduk di bangku sekolah banyak teman saya para juara kelas sering saya dapati cemas akan gelar yang dimilikinya, terlebih-lebih kalau dia sudah menjadi juara kelas sejak awal masuk sekolah.
Apa yang mereka cemaskan?
Setiap juara kelas biasanya akan terobsesi akan gelarnya. Terus dihantui pertanyaan “Bagaimana jika guru menanyakan sesuatu padaku tapi aku tak tahu apa jawabannya?” atau “Ya Tuhan, bagaimana kalau ranking-ku turun semester depan?”. Sangat mudah ditebak—walaupun ada beberapa yang tidak seheboh dan setragis itu. Mereka juga biasanya lebih sering “dipantau” dan “diagung-agungkan” di sekolah yang sebenarnya hal itu menambah anxiety mereka.
Dalam kasus ini Kecemasan dan Prestasi saling berhubungan. Tapi pernahkah kita berpikir hal itu merupakan suatu MOTIVASI besar dalam belajar. Mari kita bahas solusi dari contoh pertanyaan yang saya paparkan sebelumnya. Dan jawabannya adalah: “Ya, aku harus belajar dengan sungguh-sungguh agar aku tetap jadi juara”. Kelihatannya mudah namun pelik.
Menurut John W. Santrock dalam bukunya Educational Psychology (2004), motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Ada 2 macam motivasi.
1. Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik.
2. Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menhadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu.
Jika kita hubungkan ke “fenomena juara kelas” jelas motivasi ekstrinsiklah yang paling mendominasi akibat kecemasan mereka. Sang juara kelas akan terus belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapat nilai baik yang berimbas pada ranking mereka. Bisa dibilang kecemasan mereka lebih tertuju pada HARGA DIRI.
Tidak selamanya memang sang juara kelas berpikir seperti itu. Ada beberapa juara kelas yang merasa dia menjadi juara hanya karena sekedar luck atau takdir, sehingga dia tidak terlalu memikirkan bagaimana rankingnya ke depan. Dia selalu berprinsip “kulakukan apa yang bisa kulakukan, hasilnya tidak terlalu masalah”. Juara yang seperti ini tentunya tidak pernah dihantui rasa cemas. Menjalani pendidikannya apa adanya tanpa pertanyaan-pertanyaan di atas sebelumnya.
1 komentar:
f0ll0w aq yha za...........
Posting Komentar