I made this widget at MyFlashFetish.com.

Senin, 07 September 2015

ROAD TO UK; UK VISA

Sudah dua bulan sejak postingan terakhir saya soal IELTS dan sekarang waktunya saya ceritakan soal pengalaman membuat VISA. Kalau IELTS saya pecah jadi 3 part, sekarang akan saya buat dalam bentuk full tanpa dipisah agar lebih mudah dipahami karna apply VISA ini prosesnya sambung menyambung menjadi satu berjajar pulau-pulau haha.

Visa yang saya apply adalah tier 4 general. Visa jenis ini adalah visa untuk pelajar, jadi kalau mau apply untuk melancong saja atau tujuan lain jenisnya beda lagi. Silahkan cek website visa4uk untuk penjelasan lebih detail, hehe.

Oke pertama sekali kita akan bahas apa-apa saja persyaratan untuk apply VISA. Untuk urusan VISA ini saya minta tolong agen pendidikan IDP Medan karena memang saya buta soal visa-visaan. Daftar dokumen yang harus dilengkapi, yaitu:

1.       1. Confirmation of Acceptance for Studies (CAS)
2.       2. Passport
3.       3. Paspoto latar putih 3.5 x 4.5 2 lembar
4.       4. Biaya visa sebesar 310 UKsterling (pas aku bayar online rupanya mereka minta dollar, jadinya USD515)
5.      5.  Form aplikasi yang diisi secara online kemudian diprint dan ditandatangani
6.       6. Bukti keuangan. Saldo minimum yang tertera di bukti keuangan adalah uang kuliah tahun pertama + biaya hidup selama 9 bulan dan harus mengendap selama 28 hari berturut-turut (kalau memakai poin a, b, atau c). Mengendap bukan berarti tidak boleh berkurang atau bertambah. Boleh berkurang asalkan jangan sampai dibawah dana minimum walaupun hanya sehari saja.
a.       Buku tabungan/
b.      Sertifikat deposito/
c.       Rekening koran/
d.      Guarantee letter (kalau beasiswa)
7.       7. Surat referensi dari bank (original). Di dalamnya harus tertera nama, nomor rekening, sejak kapan menjadi nasabah, dan jumlah uang yang ada dalam rekening saat surat dikeluarkan.
8.       8. Surat pernyataan penanggung biaya & pernyataan penghasilan rata-rata per tahun (english + materai 6000)
9.       9. Surat pernyataan dari student berisi tujuan ke UK (english + materai 6000)
10.   10. Surat  keterangan kerja orangtua dari institusi yang bersangkutan (berisi nama, jabatan, lama bekerja, alamat, telepon kantor) atau SIUP/SIP/Akte pendirian perusahaan jika orangtua wiraswasta.
11.   11. Akte lahir dan kartu keluarga (asli + copy + translation)
12.   12. Ijazah + transkrip (asli + copy + translation)
13.   13. TB certificate (sertifikat bebas TBC)

*Nomor 7, 8 dan 10 tidak perlu kalau beasiswa.
Nah, sudah lihat kan dokumen yang perlu disiapkan? Sekarang saatnya saya menceritakan pengalaman saya dari Padansidimpuan ke Jakarta demi mendapatkan stempel visa di paspor saya.

Pertama sekali tentu saja siapkan semua berkas yang bisa saya siapkan sendiri seperti paspor, ijazah, transkrip, dkk. Setelah itu saya mengurus bank reference karena saya kuliah dibiayai orangtua saya. Tidak lama, sekitar 30 menit saja kok. Tapi pas saya surfing blog ada yang bilang tergantung bank dan ‘sedekat’ apa kita dengan pegawai yang membuatnya. Bisa jadi satu hari baru selesai. Ntah lah ya, nasib anak soleh ya 30 menit selesai, haha. Jangan lupa orangtua yang kita pakai bukti keuangannya yang harus datang ke bank, tidak boleh nitip! Pihak bank akan minta buku tabungan dan ktp pemilik soalnya. Pastinya kita juga harus ikut karna nanti si mas /mbak pegawai bakal nanya-nanya soal isi suratnya mau dibuat gimana. Waktu itu saya datang sama mama, dan si mas nya nanya ini buat universitas mana? Ditujukan ke siapa? Coba lihat dulu yang saya buat ini manatau nanti ada yang kurang. Itu sebabnya kita mesti ikut ke tempat untuk cek suratnya sudah pas atau belum.

Nah sekarang isi form aplikasi. Sebelum itu, mulai Juni 2015 UK menetapkan bahwa applicant yang akan menetap lebih dari 6 bulan diwajibkan membayar IHS atau semacam asuransi kesehatan. Waktu saya apply, pembayaran IHS dan pengisian form aplikasi masih dipisah. Tapi semenjak Juli, urusan IHS dan pengisian form dijadikan satu di situs yang sama. Makanya tetep update ya, guys! Jangan sampai ada yang missed infonya.

 Setelah selesai bayar IHS, saya isi form aplikasi, kemudian saya diminta memilih lokasi pengambilan BRP (Biometric Residence Permit). Nah, mulai 2015 ini juga (banyak yang baru di 2015 haha) visa yang tertempel di paspor hanya bersifat sementara saja. Visa hanya akan valid selama 30 hari karena kita akan diberikan BRP kalau sudah sampai di UK. Diberikan waktu 10 hari semenjak kedatangan di UK untuk mengambil BRP. BRP sendiri akan valid selama masa studi + 4 bulan dan inilah yang menjadi KTP kita selama bermukim di UK. Dimana ngambilnya? Kalau sudah siap isi form aplikasi kita ditanya mau ngambil dimana. Tergantung sih. Kalau universitas memang meminta agar kita mengambil disana, berarti masukkan kode universitas. Nanti kita ambil BRP disana. Tapi kalau tidak, ya siap-siap ngambil BRP di kantor pos, haha. Nggak ada bedanya kok, nanti juga diminta masukin kodekantor pos yang dituju.

Setelah selesai isi form dan pilih BRP location, saatnya pilih tanggal  dan jam submit dokumen. Kalau sudah fixed, lanjut ke pembayaran aplikasi (online only, gabisa bayar cash kalau di Jakarta. Tapi kalau mau submit berkas di Bali bisa cash). Print and DONE! Jangan lupa tandatangan ya.

Yak, sekarang tinggal TB check di Jakarta. Untuk TB check ini kita harus book dulu. Gabisa asal datang ke rumah sakit terus minta check, nanti malah disembur sama pak satpam, justkidding lol. Rumah sakit  yang dipercaya oleh UK embassy untuk check ini adalah RS Premier Jatinegara dan RS Premier Bintaro. Telpon dulu ke sana, nanti dia kaya nelpon cs gitu pake-pake nomor, tekan ini tekan itu. Pilih medical check up (lupa tekan nomor berapa), karna mau nunggu sampe tombol berapapun gabakal ada pilihan TB check. Nanti mbaknya akan minta identitas diri trus nanya maunya tanggal berapa. Kalau ternyata masih ada spot kosong berarti kita bisa datang di tanggal tersebut. Setelah itu mbaknya  bilang datang jam berapa sekalian bawa 2 paspoto latar biru 4x6 sebanyak 2 lembar. Booked!!

Sebelum berangkat ke Jakarta saya kembali ke IDP Medan sekali lagi untuk memastikan bahwa dokumen sudah lengkap (kecuali TB certificate). Setelah approved dari sana saya langsung terbang ke Jakarta.
Saya sampai ke Jakarta pada hari Minggu, 26 Juli 2015. Saya menginap di hotel, mau nginep di kosan teman belum pada balik karena pada saat itu teman yang tinggal di Jakarta masih berlebaran ria di kampungnya masing-masing. Senin pagi saya berangkat menuju RS Premier Jatinegara untuk TB check. Disana saya tanya sama pak satpam nya kalo mau TB check lapor kemana. Dia nunjukin kita harus kemana sambil ngasih nomor antrian. Setelah nomor antrian kita dipanggil langsung daftar sama mbak-mbaknya. Kita disuruh ngisi formulir trus bayar. Kalo udah selesai kita disuruh naik ke lantai 7. Disini kita ngisi data yang akan tertulis di sertifikat nantinya. Selain itu ada form persetujuan dan checklist gejala-gejala TB. Kalo emang nggak ada TB seharusnya semua dijawab NO, haha. Disini juga kita sekalian ngasih paspoto 2 lembar untuk ditempel di sertifikat.

Nah, kegalauan saya dimulai ketika ngisi data untuk sertifikat. Ada ‘alamat’ yang harus diisi dan si mbak bilang kalau alamat ktp dan paspor beda tulis sesuai paspor saja. Sedangkan alamat yang saya tulis di aplikasi visa online saya buat sesuai ktp. Saya langsung ketakutan setengah mati. Saya baru sadar ternyata alamat paspor dan ktp saya berbeda. Kenapa saya takut? Banyak orang yang bilang perbedaan sedikit saja di salah satu dokumen bisa membuat pengajuan visa kita ditolak. Sepanjang proses TB check saya jadi tidak konsen. Pikiran saya menjalar kemana-mana. Bagaimana kalau ditolak hanya karena perbedaan alamat. Nggak lucu kalau mesti apply visa lagi dari awal dan mesti bayar lagi, huaaaaa. Sudahlah, saat itu Cuma bisa pasrah.

Kegalauan nambah saat si mbak bilang hasil bisa diambil 2 hari kemudian, KALAU mereka tidak menemukan keanehan dari hasil rontgen. Jika ini terjadi mereka akan menelepon kita keesokan harinya untuk melakukan pemeriksaan lanjutan yaitu tes sputum atau dahak yang akan dilakukan 3 hari berturut-turut setiap pagi. Jadi tiap pagi sehabis bangun tidur (tanpa minum tanpa kumur-kumur) nantinya kita akan diminta langsung ke rumah sakit untuk nyetor dahak doang. Hasilnya bisa ketahuan 6 minggu setelah pemeriksaan. BAYANGKAN! Bagaimana kalau ternyata hasil saya tidak bagus dan harus menjalani prosedur menyiksa tersebut. Bisa-bisa gagal ke UK tahun ini, hiks hiks.

Oke, kembali ke topik awal. Setelah ngisi semua berkas yang dikasih sama mbaknya, kita akan dikasih gelang penanda untuk antri rontgen paru trus pindah tempat lagi karna rontgen nya dilakukan di ruang yang berbeda lagi. Heboh memang.

Pas di ruang rontgen nantinya si mbak akan kasih petunjuk musti ngapain selama prosesnya berlangsung. Waktu itu saya disuruh buka baju trus menghadap ke mesinnya. Kita berdiri, bukan berbaring haha. Aba-aba nya Cuma tarik napas dalam-dalam, tahan, lepaskan, gitu aja berulang-ulang sampe mereka dapat foto yang pas haha. Ga sampe 5 menit udah selesai. Ya, memang administrasinya yang lama. Isi ini isi itu, padahal rontgennya ga sampe 5 menit huhu. Abis itu pulang. Oh ya kita dikasih souvenir gelas dari RS nya hehe.
Sesampainya di hotel pikiran negatif kembali muncul. Gimana kalo besok dapat telpon dari RS, gimana kalau nanti visa ditolak, semua kemungkinan-kemungkinan mengerikan saya pikirkan dan betul-betul buat galau maksimal. jiwa tak tenang sampai keesokan harinya di malam hari tak kunjung ada telpon dari RS. Alhamdulillah berarti hasil aman. Hilang satu beban pikiran, fiuh.

Rabu, 29 Juli saya kembali ke RS untuk ambil hasilnya. Cukup kembali ke lantai 7 tempat isi data sertifikat TB nanti disana kita tunjukkan bukti pembayarannya. Selesai. Jangan lupa scan atau copy serifikatnya untuk jaga-jaga.

Kamis saya bersemedi di hotel kembali menggalaukan mengenai perbedaan alamat di paspor dan form aplikasi online. Tapi apa mau dikata semua sudah terlanjur dan besoknya tinggal submit. Yassalam, saya serahkan kepadan Yang Maha. Pas saya cek dokumen lagi ternyata ada yang kelupaan. Print out appoinment! Saya belum punya. Ini juga ketahuan pas browsing soal perbedaan-perbedaan isi dokumen untuk apply visa , larinya malah nemu proses pengajuannya. Saya chat teman saya yang tahun ini juga akan ke UK untuk kuliah dan visa nya memang sudah siap. Dia bilang print out appoinment memang perlu ditujukkan pas nanti mau masuk vfs nya. Untung saja di dekat hotel saya menginap ada warnet. Saya langsung ke sana untuk print. Akhirnya lengkap sudah semua persiapan tempur esok hari.

Jumat, 31 Juli 2015 saya datang ke VFS untuk submit dokumen sekalian biometric scan. VFS ada di kuningan city mall. Mall nya besar tapi sepi. Mungkin karna saya datang jam 10 kali ya, haha. VFS UK gabung dengan Aussie dan New Zealand juga. Pas masuk ke VFS nya saya tunjukin appoinment ke pak satpam dan saya disuruh keluar lagi karna appoinment saya jam 10.30. applicant hanya boleh datang paling cepat 10 menit sebelum waktunya, berarti jam 10.20. jadilah saya keliling-keliling tak menentu di mall super besar itu. Sebenarnya ada tempat duduk melingkar di sekitar situ tapi penuh. Kalau saya perhatikan sih yang duduk di sana adalah orang-orang yang mau apply visa juga. Kelihatan dari berkas-berkasnya, haha.

Jam 10.20 saya langsung kembali ke vfs. Saya tunjukkan paspor dan appoinment saya pada pak satpam dan akhirnya diizinkan masuk. Setelah itu saya diberikan nomor antrian sama mbak yang jaga di pintu. Di dalam ruangan, nanti akan di sambut oleh mas dan mbak yang duduk di front desk untuk ngasih lembar checklist. Lembar ini berguna untuk mengurutkan berkas yang kita punya. Mereka akan suruh kita susun berkas sendiri di kursi tunggu antrian. Susun saja berdasarkan urutan yang diberikan di daftar sekaligus beri tanda check kalau memang punya berkasnya. Kalau tidak ada ya jangan kasih tanda check haha. JANGAN LUPA FOTOCOPY JUGA DIURUTKAN SEPERTI YANG DI DAFTAR DAN DIPISAH DARI ASLINYA KARNA NANTI AKAN DITEMPATKAN DI AMPLOP YANG BERBEDA. Kalau ada yang tidak tahu nanti ada petugas yang jalan-jalan untuk memastikan kita sudah susun berkasnya, tanya saja sama mereka. Jangan pakai gadget di dalam ruangan untuk nunggu giliran kalau ga mau malu. Nanti ditegur sama pak satpam atau petugas di sana haha. Soalnya waktu itu ada ibu-ibu yang nelpon di dalam ruangan, langsung saja pak satpam melancarkan aksinya.

Nunggu di dalam ruangan ga lama kok. 5 menit antri sambil beres-beres berkas saya langsung dipanggil. Petugas akan nanya apakah sudah siap diurutkan berkasnya. Waktu itu saya belum siap jadi saya urutkan di depan petugasnya. Setelah siap, saya tunjukkan berkas saya sekaligus daftar checklist nya. Petugas akan mencek apakah semua sudah pas. Setelah itu dia akan simpan berkas kita dan nanya apakah kita mau track aplikasi lewat sms dengan bayar 25ribu. Waktu itu saya dengan polosnya nanya, ‘berarti nanti pulsa kita kepotong 25rbu ya mbak?’. Bukan, bukan seperti itu rezaaaaaaaa haha. Jadi kita langsung bayar cash 25ribu sama petugas terus nanti dikasih formulir lagi untuk data track dikirim ke nomor mana dan email mana. Selain itu kita juga akan dikasih bukti submit dokumen yang akan kita gunakan untuk mengambil kembali dokumen kita saat visa sudah selesai diproses. JANGAN HILANG!

Setelah itu kita disuruh antri lagi untuk biometric scan. Nggak lama juga kok nunggunya. Ga sampe 5 menit saya sudah dipanggil lagi untuk masuk ke ruangan biometric. Di dalam saya scan jari, paspoto (INI YANG DIPAKAI DI VISA BUKAN YANG KITA KASIH SAAT SUBMIT BERKAS, KECEWA SAYA SUDAH POTO BAGUS-BAGUS DI FOTO STUDIO TERNYATA BUKAN ITU YANG DIPAKAI, hiks hiks), trus tanda tangan. Selesaaaaaiiiii!!!!! Saya selesai sekitar jam 11 dan langsung pesan tiket pesawat lagi, pulang ke hotel, packing, dan terbang kembali ke Medan.

Saya nggak bisa langsung pulang ke Padangsidimpuan karna masih harus ngasih bukti submit dokumen ke IDP biar mereka yang ambilkan berkas saya. Kesalnya waktu itu hari jumat dan saya sampai malam hari sedangkan kantornya buka hari Senin. Nambah 2 malam lagi deh di Medan. Senin saya langsung ke IDP dan malamnya kembali ke Padangsidimpuan, fieuhh. Panjang memang perjalanan mengurus visa ini, musti sabar.
Di rumah, saya kembali memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Saya sampai surfing blog orang soal perbedaan alamat di aplikasi dan paspor. Ada yang bilang itu bisa buat visa ditolak ada yang bilang nggak karna itu Cuma info tambahan di halaman belakang paspor. Yang di cek itu Cuma halaman depan yang isinya nama, ttl, nomor paspor, dll. Adal lagi yang bilang kalau paspor kosong bisa ditolak karna kita belum ada pengalaman ke luar negeri. Paspor saya memang kosong dan itu buat saya takut. Bahkan ada yang punya sejarah perjalanan luar negeri yang banyak tapi tetap ditolak. Satu lagi, tanda tangan saya di KTP berbeda dengan yang di paspor. Saya memang melampirkan fotocopy KTP sebagai salah satu dokumen saya. Ketakutan mulai menggerogoti dan saya tidak tenang. Tidur tidak tenang, jalan sama teman-teman juga ga bisa dinikmati karna kepikiran terus.

Rabu, 12 Agustus, saya dapat email dari UK Visa di Manila kalau aplikasi saya sudah di proses dan berkas sedang dalam perjalanan menuju Jakarta. Ketakutan semakin menjadi-jadi. Kamis dan Jumat berlalu, tak kunjung datang sms dari VFS Jakarta bahwa mereka sudah menerima berkas saya. Belum lagi senin itu 17 Agustus, saya harus menunggu lagi hingga selasa. Selasa siang sms tak kunjung menghampiri hp saya. Tiba-tiba agen dari IDP nanya soal progressnya. Saya bilang baru dapat email itu. Dia minta emailnya biar dia forward ke IDP Jakarta untuk di track langsung. Sore harinya saya beru dapat sms dari VFS kalau berkas saya sudah diambil. Saya langsung kirim sms tersebut ke agen saya untuk memastikan. Dia bilang dokumen saya memang sudah dijemput oleh IDP Jakarta ke VFS dan sudah dikirim ke Medan. Jantung berdetak nggak karuan, saya langsung nanya agen saya apakah visa diapprove atau direject. Ternyata dia juga nggak tahu, yang jelas berkas saya sedang otw Medan dan kamis sudah bisa diambil. Aduuhhh, harus nunggu lagi sampai Kamis untuk tahu kejelasan status visa saya. Agen saya bilang nggak usah khawatir, seharusnya visa saya diapprove karna tidak ada kabar dari IDP jakarta kalau visa nya direject. Oke, saya sedikit optimis dengan kata-kata agen saya tersebut. Semoga benar yang dia bilang.

Kamis, 20 Agustus sekitar pukul 11 saya dikabari oleh agen saya kalau berkas sudah sampai di kantor mereka dan sudah bisa diambil. Melihat isi chat nya itu saya langsung deg-degan lagi, kali ini berdegup kencang luar biasa (haha lebay). Saya bilang saya masih di Padangsidimpuan dan akan saya ambil minggu depan. Trus saya tanya apakah approved or rejected. Nunggu balesan dari dia itu nyiksa luar biasa. Bukan karna dia balesnya lama tapi karna penasaran isi balesan dari dia itu apa. Beberapa detik setelah saya kirim pesan itu dia balas: di APPROVE ya..


Oh Tuhan, Alhamdulillah ya Allah. Senang sekali saya pas lihat balasan itu. Akhirnya saya bisa ke UK untuk lanjut S2. 

Sabtu, 04 Juli 2015

Road to UK; Pengalaman Mengikuti IELTS (part 3)

Sabtu, 14 Maret 2015 saya ikut tes IELTS yang kedua dengan persiapan tempur yang saya rasa cukup untuk skor 6.5. Bahkan saya targetkan 7 saking pd nya hahaha.

Lagi2 Reza buat tingkah yang bisa menjerumuskan diriny pada kegagalan. Saya TELAT. Sebenarnya nggak telat juga sih. Jadi gini, venue tes itu di sebuah hotel (masih sama dengan waktu saya tes pertama kali). Sebelumnya peserta menunggu di bagian resepsionis, setelah kumpul semua baru jalan bareng ke ruang ujian. Tapi kali ini ketika saya sampai di resepsionis malah sepi. Tidak ada tanda2 sekumpulan manusia mau tes IELTS. Saya pikir ah paling juga telat karena sebenarnya saya juga telat. Kita disuruh kumpul jam 8 dan saya sampai di tempat jam 8.20. Tiba2 saya merasa aneh dan langsung nyamperin si mas resepsionis. Benar saja, rupanya saya yang terlambat.

Saya langsung menuju ruang tes di lantai berapa ya saya lupa yang jelas ketika pintu lift terbuka terlihatlah pemandangan sekelompok manusia yang sedang absen dan ambil foto untuk sertifikat IELTS. Saya langsung deg2an nggak karuan. Saya samperin panitia nya dan ternyata belum telat. Saya ambil alat tulis dan KTP trus kasih semua barang bawaan lain sama si mas panitia. Setelah tanda tangan saya ambil foto dan di suruh keluar lagi. Semua peserta diminta berbaris sesuai nomor urut kemudian memasuki ruang ujian. Dan dimulai lah ujian..

Selama tes berlangsung saya berusaha menjawab setenang mungkin walaupun sebenarnya ada pressure terutama elemen yang ada time limit nya. Pada saat listening saya konsentrasi mendengarkan sambil memperhatikan soal. Reading juga aman walaupun saya selesai di menit2 terakhir. Saya yakin bisa dapat terget saya sebelumnya di dua elemen ini.

Memasuki writing, saya juga bisa jawab dengan lancar. Di task 2 saya sediakan waktu untuk buat outline tiap paragraf kemudian saya tinggal menulis secara keseluruhan. Saya memang mengerjakan task 2 terlebih dahulu karena task ini punya bobot nilai lebih daripada task 1. Saya bahkan terkejut melihat kedua writing saya. Saya bahkan jadi overconfident dan pasang target 7 di writing. Kebanggaan saya luntur saat keluar dari ruangan tes untuk menunggu giliran speaking. Saya memang model orang yang suka mengingat2 tes saya. Saya coba flashback mulai dari listening hingga writing dan tiba2 teringat SAYA TIDAK MENJAWAB SEMUA PERTANYAAN DI SOAL ESSAY. 

Soalnya kira2: bagi para orangtua yang bekerja, tempat penitipan anak adalah alternatif yang paling baik akan tetapi bagi sebagian yang lain merasa menitipkan anak pada keluarga seperti kakek dan nenek nya menjadi pilihan yang paling baik. Menurut Anda mana yang paling baik? Sertakan alasan yang mendikung!

Saya jawab dengan format: paragraf 1: parafrase soal dan menjawab soal secara singkat yaitu saya lebih prefer keluarga. Paragraf 2: saya ceritakan kelemahan tempat penitipan anak. Paragraf 3: saya ceritakan kelebihan keluarga. Paragraf 4: saya simpulkan jawaban dari 3 paragraf sebelumnya. 

Padahal, dari yang saya pelajari untuk soal seperti ini kita dituntut untuk menceritakan kelebihan dan kekurangan tempat penitpan anak kemudian di paragraf selanjutnya kelebihan dan kekurangan keluarga. Nanti di paragraf terakhir baru disimpulkan kita lebih prefer kemana dari penjabaran dua paragraf tersebut.

Mungkin karena lagi2 Reza suka anggap remeh dan keasikan nulis karena topik seperti ini sudah biasa dibahas oleh anak psikologi seperti saya. Akhirnya, bukannya malah menjelaskan dengan lengkap malah jadi banyak yang missed huhuhu. Tapi saya optimis di task 1 dan berharap skor task 1 bisa mendongkrak skor writing saya secara keseluruhan.

Saya benar2 galau sebelum speaking mengingat keteledoran saya itu. Belum lagi saya speaking jam 5 padahal selesai ujian tertulis jam 1. Bayangkan saya harus menunggu sekitar 4 jam. Mau pulang dulu eh kost saya jauh dari tempat tes. Ya sudah saya putuskan untuk tetap di sekitaran lokasi tes. Setelah selesai makan siang sekitar jam setengah 3 saya kembali ke venue tes. Sebenarnya prediksi waktunya emang lebih. Bayangkan kita cuma speaking 11-14 menit tapi di jadwal dibuat rentang per 30 menit per peserta. Itu sebabnya saya langsung kembali ke tempat. Betul saja sekitar jam 4 saya sudah dipanggil.

Pada saat speaking atmosfernya benar2 berbeda dari tes saya yang pertama kali. Examinernya bule cowok kira2 umurnya 40an, sangat ramah dan suka senyum. Saya jadi tenang dan jadi kayak ngobrol aja. Nggak ada pressure sama sekali. Di part 2 agak stuck karena saya diminta untuk ngomong 2 menit sedangkan saya udah kehabisan bahan pembicaraan. Pertanyaannya: deskripsikan momen saat kamu harus bersikap baik terhadap orang yang kamu benci. Sekitar satu menit saya sudah siap ngomong. Akhirnya saya nekat nanya examinernya: saya boleh sebut namanya? Trus dia ngangguk sambil senyum. Keluarlah semua unek2 saya soal orang ini. Serasa curcol jadinya wkwk. Saking banyaknya ngomong saya diminta berhenti sama dia  hahaha. Di speaking kali ini saya selalu mencoba untuk expand jawaban. Tidak ada jawaban pendek yang saya berikan. Misalkan dia nanya saya dari mana saya nggak cuma bilang Padangsidimpuan, tapi saya paparkan saya dari Padangsidimpuan, sebuah kota yang terletak di bagian selatan provinsi Sumatera Utara bla bla bla. Hobi kamu apa? Saya nggak jawab: baca. Saya jawab baca novel khususnya romance, scifi, dan detektif, saya juga punya banyak koleksi novel dan bla bla bla. Dari sini examiner bisa tau kita menyampaikan sesuatu in english. Logikanya kalau cuma ngasih jawaban ye no maybe atau jawaban 1 2 kata lainnya tentu dia susah untuk menilai kita. Kata2 saya juga biasa aja, nggak terlalu advance juga. Masih kata2 yang biasa dipakai sehari2.

Nah, pada saat saya mau keluar ruangan dan mau buka pintu tiba2 examinernya ngomong, Reza saya juga punya saudara psikolog loh. Memang sebelumnya ada beberapa pertanyaan yang berbau psikologi seperti lying dan language. Saya yang udah lama nggak ngulang pelajaran jadinya cuma ngomong berdasarkan ingatan saya soal dua topik itu, masalah benar atau tidaknya saya nggak peduli. Waktu dia ngomong kaya gitu saya cuma pura2 takut aja padahal saya tau kalau jawaban kita tidak dinilai berdasarkan kebenaran informasinya tapi sejauh mana kita bisa menyampaikannya. Saya bilang: oh my God, you are making me nervous now trus saya pasang muka cemas padahal sebenarnya udah tau maksudnya haha. Trus dia bilang lagi, nggak usah khawatir, saya nggak nilai benar salahnya yang kamu sampaikan tapi kemampuan kamu menyampaikan dan berkomunikasi in english. Yaudah saya permisi dan keluar ruangan sambil senyum2 sendiri. Akhirnya selesailah tes IELTS saya yang kedua ini. Saya cuma bisa pasrah dan doa. Jujur saya pd bisa dapat 6.5 tapi yang saya takutkan masih si writing itu. Jangan sempat deh di bawah 6, nggak mau IELTS lagiii!!!

13 hari kemudian, 27 Maret 2015 tepatnya pukul 3 sore saya buka situs untuk lihat hasil online. Jantung udah dagdigdug nggak karuan eh malah belum keluar rupanya. Saya buka lagi jam 4 belum ada juga. Saya mulai cemas dan takut akhirnya saya putuskan pergi ke rumah teman untuk menghilangkan kegalauan hati haha. Akhirnya sepulang dari rumah teman saya buka lagi sebelum tidur kira2 jam 11 malam. Pas udah masuk, terlihatlah sebuah tabel dengan 5 kolom. Jantung makin menggila dan tangan saya juga gemetaran dan dingin. Karna saya buka dari hp, jadi tulisannya kecil. Saya zoom in deh layarnya dan langsung fokus ke writing alhamdulillah dapat 6.5 terus mata saya bergerak ke kanan dan kiri. Mata saya melotot melihat hasilnya. Benar2 di luar ekspektasi. Cuma bisa  bilang Alhamdulillah ya Allah. Memang tidak ada usaha yang sia2. 

Listening 8.5
Reading 8
Writing 6.5
Speaking 8
Overall 8

Jumat, 03 Juli 2015

Road to UK; Pengalaman Mengikuti IELTS (part 2)

Akhirnya hari yang dinantikan tiba. 11 Oktober 2014 saya mengikuti IELTS perdana saya. Tapi apalah yang bisa diharapkan dari persiapan yang pas2an. Listening saya cukup banyak yang missed, hanya reading yang bisa saya harapkan untuk mendongkrak nilai saya karena saya cukup PD bisa mendapatkan nilai bagus di elemen tersebut. Writing saya pun amburadul walaupun sudah lebih baik daripada saat simulasi. Setidaknya saya sudah membaginya menjadi 4 paragraf utuh tapi isinya wallahuaklam. Saya kepikiran terus selama waktu menunggu speaking. Saya nggak mau ngulang, saya harus bisa dapat target, saya harus optimis. Itulah yang terus saya camkan sebelum speaking.

Memasuki speaking, examiner saya bule cowok paruh baya. Selama sesi berlangsung saya menjawab cukup lancar tapi agak pendek dan tidak jauh berbeda dari simulasi. Maklumlah, saya memang tidak ada latihan untuk yang satu ini. Dia terus pasang raut serius. Saya senyumin atau ada ada topik dan jawaban saya yang bisa disenyumin juga tetep tegang mukanya. Yaudah la mak ee, pasrah aja.

13 hari menanti hasilnya sangat menegangkan, saya sampai susah tidur apalagi mendekati hari H. Saya sangat takut. Saking degdegannya saya nggak mau buka hasilnya hari itu juga. Sabtu baru saya buka hasilnya. Tangan dingin gemetaran, jantung kayak berhenti sebentar, dan mata melotot liat haslinya. Mengecewakan naudzubillah. Benar2 mengecewakan.

Listening 6
Reading 6.5
Writing 5.5
Speaking 6.5
Overall 6

Selama beberapa saat saya mencoba memastikan bahwa saya tidak salah lihat. Ternyata memang cuma 6. Sesak rasanya padahal tinggal 0.5 lagi. Rp 2.350.000 sia2 begitu saja. Mau tes lagi segan minta sama mama karena biaya tes nya yang mahal. Akhirnya saya bulatkan tekad untuk tetap mendaftar ke universitas dengan nilai yang tidak cukup itu. Toh paling2 akan dapat LOA conditional. Uang untuk tes bisa diusahakan dari tabungan sendiri. Akhir Oktober sampai awal November saya siapkan berkas untuk daftar ke universitas tujuan dan pada akhir November saya terima email kalau saya diterima di uni tersebut dengan syarat saya harus dapat nilai IELTS yang telah ditetapkan.

Setelah mendapatkan kabar gembira tersebut saya langsung bersemangat lagi untuk ikut IELTS. Saya benar2 takjub pada diri saya sendiri. Saya tidak ikut les lagi dan malah membuat jadwal latihan saya sendiri. Saya lahap sisa buku IELTS Cambridge saya dari seri 4-10 dan sumber2 lainnhya. Saya memang model kerbau yang musti 'dicambuk' baru mau bekerja. Saya tidak mau IELTS yang ketiga, keempat, kelima, atau seterusnya. Ini harus jadi yang terakhir.

Desember 2014 saya fokus di writing task 2, Januari 2015 task 1, Februari 2015 reading dan listening. Jadi intinya 7 buku saya lahap dalam waktu 3 bulan. Akhir Februari saya pesan tes tanggal 14 Maret. Jadi selama 13 hari sebelum tes saya ulangi lagi latihan 3 bulan tersebut untuk direfresh dan juga sekaligus latihan speaking. Kali ini saya betul2 belajar. Saya download aplikasi IELTS Speaking (kalau tidak salah, soalnya udah dihapus hehe) di iPad saya. Dengan aplikasi ini kita bisa latihan sendiri karena sudah ada pertanyaan yang disediakan dan waktu juga sehingga serasa sedang sesi speaking beneran.

Selama latihan untuk IELTS kedua ini, reading saya pernah mencapai skor 9 dan listening 8.5 tapi saya tidak boleh terlalu senang karena pada latihan untuk IELTS pertama saya paling tinggi 8 di listening dan 7 di reading tapi malah jauh drop pada hasil tes yang sebenarnya. Akhirnya dari situ saya hanya berani pasang target 7-7.5 untuk kedua elemen ini di IELTS kedua saya. Nggak muluk2 toh minimal 6.5 saja yang diperlukan. Saya pasang target tinggi di kedua elemen itu karena takut drop lagi di writing, jadi bisa didongkrak. Karena saya tidak bisa menilai latihan writing dan speaking saya sendiri, jadinya hanya bisa pasrah. Yang penting saya sudah maksimal dalam latihan.

Untuk pengalaman mengikuti IELTS kedua akan dilanjutkan di post berikutnya..

Road to UK; Pengalaman Mengikuti IELTS (part 1)

Sudah lama sekali rasanya nggak ngeblog. Walaupun sebenarnya kemarin buat blog untuk tugas kuliah aja tiba2 sekarang pengen nulis sesuatu lagi hahaha. Terakhir nulis itu tahun 2012 dan sekarang udah 2015. Berarti sudah 3 tahun vakum nulis.

Akhir2 ini saya sedang sibuk dengan visa UK (ribetnya ampun). Saya sudah diterima di salah satu universitas di Inggris dan akan mulai kuliah September nanti. Kalau dibandingkan, melengkapi berkas untuk masuk universitas JAUH lebih mudah daripada berkas untuk visa.

Di tulisan kali ini saya mau cerita pengalaman manis pahit untuk mendapatkan salah satu syarat masuk uni dan buat visa yaitu IELTS. Tes bahasa inggris yang satu ini dijadikan penilaian terhadap kemampuan bahasa inggris seseorang yang akan masuk ke UK. Kenapa saya mau cerita yang ini dulu dari pada dokumen lainnya? SAYA HARUS DUA KALI MENGIKUTI TES INI KARENA NILAI YANG TIDAK CUKUP, hikshikshiks.

Sebenarnya ini semua salah saya juga yang terlalu anggap remeh dan malas latihan. Mungkin tulisan ini akan saya bagi jadi 3 part saking panjangnya cerita untuk mencapai skor IELTS yang cukup.

Universitas tujuan saya mentargetkan skor overall 6.5 dan tidak boleh ada yang di bawah 6 pada setiap elemen. Nah, karena mau siap2 dan nggak mau tes berkali2 saya putuskan untuk ikut les saja. Saya les selama 3 bulan khusus untuk IELTS preparation dimulai April-Juli 2014. Selama les saya memang mendapatkan banyak tips dan trik untuk tes ini tapi kekurangan saya adalah tidak mau mengulang dan mempraktekkan atau melatih diri saya sendiri. Apa yang saya dapat selama les ya mentok itu saja jadi emang nggak berkembang.

Akhir April salah seorang teman saya mengajak untuk ikut simulasi. Saya langsung setuju, hitung2 untuk membiasakan diri dengan situasi tes dan soal2 nya. Saya hanya bayar 50ribu saja untuk sekali tes. Di hari H, sesampainya di tempat simulasi tes, saya dan kedua teman saya terkejut dengan peserta  lainnya. KAMI YANG PALING TUA, SELEBIHNYA CABE2AN. Umur waktu itu masih 21 dan rata2 peserta lain itu masih early teens. Heran juga kenapa mereka ikut tes kayak beginian, entah mau lanjut SMA di luar juga ga ngerti pokoknya kami merasa tua di antara mereka. Nggak lama rupanya ada seorang senior dan junior di kampus yang ikut juga. Jadilah kami berlima tua2 keladi (apa sih?)

Nah, tes dimulai dengan listening. Sumpah ini buat bingung. Kita diminta denger sambil ngisi. Bukan cuma titik2 doang tapi pilihan ganda, menjodohkan juga. Akhirnya saya banyak miss dan asal jawab. Next ada reading. Disini sih nggak banyak masalah, hanya saja saya muak dengan 3 passage dan 40 pertanyaan yang juga bukan cuma titik2 tapi juga pilihan ganda, menjodohkan header atau tema, summary, dan yang paling ngeselin true false notgiven. Bayangkan true false aja udah keteteran di IELTS malah ada not given. Mampus sudah.

Habis itu kami masuk writing. Disini ada 2 task. Task 1 biasanya kita dikasih diagram atau sejenisnya trus kita cuma diminta untuk describe. Task 2, si momok yang menyebalkan adalah essay dengan topik tertentu. Waktu itu saya dengan santainya cuma nulis tanpa ada sistematikanya, strukturnya, paragrafnya. Yang ada ada di otak saya waktu itu cuma tulis sesuai topik dan jangan sempat salah grammar dan lebih dari 250 kata. Udah, titik.

Pas speaking kita dapat jadwal karena memang di IELTS ini speaking itu kaya wawancara. Jadi kita komunikasi langsung dengan manusia. Bukan kayak TOEFL ibt dimana kita ngomong sama komputer haha. Waktu itu saya kebagian jadwal sama bule cowok masih muda kira2 masih early 20s juga. Dari tampangnya saya merasa dia kurang kredibel untuk jadi examiner IELTS hahahaha. Tapi ya namanya juga simulasi, yang penting bule dah. Cukup. Saya menjawab pertanyaan cukup lancar walaupun masih suka aaa uu eee karena nggak tahu apa bahasa inggris yang mau saya ucapkan. Jawaban saya waktu itu juga cenderung pendek dan nggak dijabarkan padahal itu sangat penting.

Nah, 13 hari kemudian saya dapat sertifikatnya dan mata saya hampir keluar melihat hasilnya. Saya cuma dapat overall 5 dengan rincian
Listening 5
Reading 6.5
Writing 2.5
Speaking 6.5

Betapa kecewanya saya pada saat itu khususnya writing. Dapat 2.5 itu rasanya tulisan saya tak berarti apa2 dan terkesan masih tulisan anak yang baru belajar bahasa inggris.

Setelah dapat hasil seperti itu, Reza Indah Pribadi emang jadi semangat menggebu untuk lanjutin les. Tapi ya emang cuma sebatas semangat aja. Nggak ada praktek nyata T.T
Sampai selesai di Juli, saya tetap tidak pernah mengulang pelajaran dan latihan sepulang les. Apa yang saya dapatkan selama satu setengah jam saat les itulah yang menjadi pegangan saya. Padahal saya punya banyak waktu luang. Maklum anak semester akhir dan saya cuma fokus di skripsi, nggak ada ngambil mata kuliah lain. Saya sangat malas sekali untuk belajar.

September saya wisuda dan saya sudah pesan untuk tes di bulan Oktober. Nah, disini saya 'agak' rajin. Saya punya buku IELTS Cambridge series1-10 dan sampai hari H saya hanya bahas 3 seri. Itupun untuk reading dan listening saja. Speaking sama sekali tidak ada latihan dan writing hanya menulis saat saya sedang mood. Jujur saya orang yang susah menjabarkan ide pikiran padahal itu salah satu penilaian di writing. Kalau misalkan pertanyaannya: HP adalah salah satu perangkat modern yang membuat komunikasi verbal manusia sekarang menjadi buruk, apakah Anda setuju atau tidak setuju dengan pernyataan ini? Seorang Reza hanya akan bisa jawab: setuju karena X, Y, Z. Padahal untuk essay sebenarnya kita dituntut untuk menjawab: setuju karena X; X1, X2, X3 Y; Y1, Y2, Y3 dst. Maksudnya, setiap alasan harus dipaparkan dengan terperinci agar terbentuk suatu paragraf dengan sebuah ide pokok yang dijabarkan oleh ide pendukung lainnya.

Pengalaman saya mengikuti IELTS perdana akan saya sambung di post selanjutnya.