Lagi2 Reza buat tingkah yang bisa menjerumuskan diriny pada kegagalan. Saya TELAT. Sebenarnya nggak telat juga sih. Jadi gini, venue tes itu di sebuah hotel (masih sama dengan waktu saya tes pertama kali). Sebelumnya peserta menunggu di bagian resepsionis, setelah kumpul semua baru jalan bareng ke ruang ujian. Tapi kali ini ketika saya sampai di resepsionis malah sepi. Tidak ada tanda2 sekumpulan manusia mau tes IELTS. Saya pikir ah paling juga telat karena sebenarnya saya juga telat. Kita disuruh kumpul jam 8 dan saya sampai di tempat jam 8.20. Tiba2 saya merasa aneh dan langsung nyamperin si mas resepsionis. Benar saja, rupanya saya yang terlambat.
Saya langsung menuju ruang tes di lantai berapa ya saya lupa yang jelas ketika pintu lift terbuka terlihatlah pemandangan sekelompok manusia yang sedang absen dan ambil foto untuk sertifikat IELTS. Saya langsung deg2an nggak karuan. Saya samperin panitia nya dan ternyata belum telat. Saya ambil alat tulis dan KTP trus kasih semua barang bawaan lain sama si mas panitia. Setelah tanda tangan saya ambil foto dan di suruh keluar lagi. Semua peserta diminta berbaris sesuai nomor urut kemudian memasuki ruang ujian. Dan dimulai lah ujian..
Selama tes berlangsung saya berusaha menjawab setenang mungkin walaupun sebenarnya ada pressure terutama elemen yang ada time limit nya. Pada saat listening saya konsentrasi mendengarkan sambil memperhatikan soal. Reading juga aman walaupun saya selesai di menit2 terakhir. Saya yakin bisa dapat terget saya sebelumnya di dua elemen ini.
Memasuki writing, saya juga bisa jawab dengan lancar. Di task 2 saya sediakan waktu untuk buat outline tiap paragraf kemudian saya tinggal menulis secara keseluruhan. Saya memang mengerjakan task 2 terlebih dahulu karena task ini punya bobot nilai lebih daripada task 1. Saya bahkan terkejut melihat kedua writing saya. Saya bahkan jadi overconfident dan pasang target 7 di writing. Kebanggaan saya luntur saat keluar dari ruangan tes untuk menunggu giliran speaking. Saya memang model orang yang suka mengingat2 tes saya. Saya coba flashback mulai dari listening hingga writing dan tiba2 teringat SAYA TIDAK MENJAWAB SEMUA PERTANYAAN DI SOAL ESSAY.
Soalnya kira2: bagi para orangtua yang bekerja, tempat penitipan anak adalah alternatif yang paling baik akan tetapi bagi sebagian yang lain merasa menitipkan anak pada keluarga seperti kakek dan nenek nya menjadi pilihan yang paling baik. Menurut Anda mana yang paling baik? Sertakan alasan yang mendikung!
Saya jawab dengan format: paragraf 1: parafrase soal dan menjawab soal secara singkat yaitu saya lebih prefer keluarga. Paragraf 2: saya ceritakan kelemahan tempat penitipan anak. Paragraf 3: saya ceritakan kelebihan keluarga. Paragraf 4: saya simpulkan jawaban dari 3 paragraf sebelumnya.
Padahal, dari yang saya pelajari untuk soal seperti ini kita dituntut untuk menceritakan kelebihan dan kekurangan tempat penitpan anak kemudian di paragraf selanjutnya kelebihan dan kekurangan keluarga. Nanti di paragraf terakhir baru disimpulkan kita lebih prefer kemana dari penjabaran dua paragraf tersebut.
Mungkin karena lagi2 Reza suka anggap remeh dan keasikan nulis karena topik seperti ini sudah biasa dibahas oleh anak psikologi seperti saya. Akhirnya, bukannya malah menjelaskan dengan lengkap malah jadi banyak yang missed huhuhu. Tapi saya optimis di task 1 dan berharap skor task 1 bisa mendongkrak skor writing saya secara keseluruhan.
Saya benar2 galau sebelum speaking mengingat keteledoran saya itu. Belum lagi saya speaking jam 5 padahal selesai ujian tertulis jam 1. Bayangkan saya harus menunggu sekitar 4 jam. Mau pulang dulu eh kost saya jauh dari tempat tes. Ya sudah saya putuskan untuk tetap di sekitaran lokasi tes. Setelah selesai makan siang sekitar jam setengah 3 saya kembali ke venue tes. Sebenarnya prediksi waktunya emang lebih. Bayangkan kita cuma speaking 11-14 menit tapi di jadwal dibuat rentang per 30 menit per peserta. Itu sebabnya saya langsung kembali ke tempat. Betul saja sekitar jam 4 saya sudah dipanggil.
Pada saat speaking atmosfernya benar2 berbeda dari tes saya yang pertama kali. Examinernya bule cowok kira2 umurnya 40an, sangat ramah dan suka senyum. Saya jadi tenang dan jadi kayak ngobrol aja. Nggak ada pressure sama sekali. Di part 2 agak stuck karena saya diminta untuk ngomong 2 menit sedangkan saya udah kehabisan bahan pembicaraan. Pertanyaannya: deskripsikan momen saat kamu harus bersikap baik terhadap orang yang kamu benci. Sekitar satu menit saya sudah siap ngomong. Akhirnya saya nekat nanya examinernya: saya boleh sebut namanya? Trus dia ngangguk sambil senyum. Keluarlah semua unek2 saya soal orang ini. Serasa curcol jadinya wkwk. Saking banyaknya ngomong saya diminta berhenti sama dia hahaha. Di speaking kali ini saya selalu mencoba untuk expand jawaban. Tidak ada jawaban pendek yang saya berikan. Misalkan dia nanya saya dari mana saya nggak cuma bilang Padangsidimpuan, tapi saya paparkan saya dari Padangsidimpuan, sebuah kota yang terletak di bagian selatan provinsi Sumatera Utara bla bla bla. Hobi kamu apa? Saya nggak jawab: baca. Saya jawab baca novel khususnya romance, scifi, dan detektif, saya juga punya banyak koleksi novel dan bla bla bla. Dari sini examiner bisa tau kita menyampaikan sesuatu in english. Logikanya kalau cuma ngasih jawaban ye no maybe atau jawaban 1 2 kata lainnya tentu dia susah untuk menilai kita. Kata2 saya juga biasa aja, nggak terlalu advance juga. Masih kata2 yang biasa dipakai sehari2.
Nah, pada saat saya mau keluar ruangan dan mau buka pintu tiba2 examinernya ngomong, Reza saya juga punya saudara psikolog loh. Memang sebelumnya ada beberapa pertanyaan yang berbau psikologi seperti lying dan language. Saya yang udah lama nggak ngulang pelajaran jadinya cuma ngomong berdasarkan ingatan saya soal dua topik itu, masalah benar atau tidaknya saya nggak peduli. Waktu dia ngomong kaya gitu saya cuma pura2 takut aja padahal saya tau kalau jawaban kita tidak dinilai berdasarkan kebenaran informasinya tapi sejauh mana kita bisa menyampaikannya. Saya bilang: oh my God, you are making me nervous now trus saya pasang muka cemas padahal sebenarnya udah tau maksudnya haha. Trus dia bilang lagi, nggak usah khawatir, saya nggak nilai benar salahnya yang kamu sampaikan tapi kemampuan kamu menyampaikan dan berkomunikasi in english. Yaudah saya permisi dan keluar ruangan sambil senyum2 sendiri. Akhirnya selesailah tes IELTS saya yang kedua ini. Saya cuma bisa pasrah dan doa. Jujur saya pd bisa dapat 6.5 tapi yang saya takutkan masih si writing itu. Jangan sempat deh di bawah 6, nggak mau IELTS lagiii!!!
13 hari kemudian, 27 Maret 2015 tepatnya pukul 3 sore saya buka situs untuk lihat hasil online. Jantung udah dagdigdug nggak karuan eh malah belum keluar rupanya. Saya buka lagi jam 4 belum ada juga. Saya mulai cemas dan takut akhirnya saya putuskan pergi ke rumah teman untuk menghilangkan kegalauan hati haha. Akhirnya sepulang dari rumah teman saya buka lagi sebelum tidur kira2 jam 11 malam. Pas udah masuk, terlihatlah sebuah tabel dengan 5 kolom. Jantung makin menggila dan tangan saya juga gemetaran dan dingin. Karna saya buka dari hp, jadi tulisannya kecil. Saya zoom in deh layarnya dan langsung fokus ke writing alhamdulillah dapat 6.5 terus mata saya bergerak ke kanan dan kiri. Mata saya melotot melihat hasilnya. Benar2 di luar ekspektasi. Cuma bisa bilang Alhamdulillah ya Allah. Memang tidak ada usaha yang sia2.
Listening 8.5
Reading 8
Writing 6.5
Speaking 8
Overall 8
7 komentar:
Halo reza. Wah selamat ya berhasil melewat ielts dengan gilang gemilang.
btw, belajar writingnya gmn? dan sumber-sumber writing dari mana? saya juga writing payah banged nih.
Halo Ade, terima kasih hehe
Aku belajar writingnya otodidak. Tiap hari aku coba nulis satu essay per hari. Pake time limit juga, biar terbiasa pas tes nya.
Semua sumber belajar aku dari buku IELTS Cambridge seri 1-10. Itu isinya soal2 IELTS yang sudah pernah diujikan sebelumnya, jadi aku sudah punya gambaran gimana bentuk soal yang diujikan. Semoga membantu :)
Kisahnya sangat memotivasi.....
👍
Kisahnya sangat memotivasi.....
👍
Maksudnya : kisah 😁
Sorry typo
Ckck
Posting Komentar