Sebelum jauh membahas hubungan paedagogi dengan paradigma belajar, perlu diketahui sebelumnya apa itu pengerian paradigma. Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik). Sehingga paradigma belajar merupakan suatu model atau pola dalam belajar.
Mengingat paedagogi merupakan seni untuk mengajar anak-anak, tentunya strategi yang digunakan juga akan berbeda. Harus ada pemisah yang jelas antara paradigma belajar antara anak-anak dengan orang dewasa. Perbedaan ini menimbang dari tiga sudut pandang yang jelas berbeda antara anak-anak dan dewasa. Tiga hal tersebut adalah afektif, kognitif, dan konatif. Banyak tokoh psikologi yang telah membuat banyak teori mengenai berbagai tahap perkembangan manusia dan apa saja yanga akan dilalui dalam tahap tersebut. Hal inilah yang mejadi dasar untuk membedakan paradigma belajar dalam paedagogi.
Guru sangat ditekankan untuk dapat melihat bagaimana siswa belajar, secepat apa mereka mampu menangkap tiap materi yang disajikan setiap pertemuan, dan apa saja kendala yang dihadapi selama proses belajar. Ketidakjelian guru hanya akan membuat siswanya kurang memunculkan potensi diri dan akan menurunkan semangat belajar siswanya.
Cara mengajar yang dulunya teacher-centered juga mulai bergerak ke arah student-centered. Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Namun sebagai fasilitator. Harus tetap diingat bahwa ini tidak mutlak dilakukan mengigat keterbatasan anak-anak dalam me-manage diri sendiri. Jadi peran guru masih tetapi diperluka sebagai untuk menuntun mereka untuk dapat melakukan pembelajaan sendiri dengan segala kemampuan yang mereka miliki tanpa menyimpang dari jalurnya.
Tidak hanya perpindahan itu yang terjadi. Perpindahan dari one-way learning ke arah interactive learning juga mesti diterapkan. Guru tidak melulu berceramah di depan kelas. Adakan suatu komunikasi dua arah antara kedua belah pihak. Agar ada feed back dari siswa, untuk mengetahuin sejauh mana perkembangannya.
Dari isolated ke networked environment. Zaman sudah berubah. Pengetahuan dapat kita dapatkan dari mana saja. Bukan hanya dari buku pegangan yang dianjurkan guru. Jangan biarkan anak belajar bagai katak dalam tempurung. Dunia ini luas, masih banyak yang dapat dipelajari apalagi dengan keingintahuan anak yang luar biasa yang terkadang simpel namun memang patut untuk digali lebih lanjut.
Kemudian perpindahan personal ke arah grup. Anak-anak yang ceria dan syka bermain tentunya akan sangat senang apabila belajarnya tidak monotn. Dia tidak hanya belajar sendiri. Ada banyak teman-teman yang bisa diajak belajar ya g dapat meningkatkan semangat belajar mereka.
Perlu diketahui juga bahwa peran dari orangtua tidak lepas dari sini. Sepulang sekolah, peran guru selesai dan sesmpainya di rumah peran pendidik dilanjut oleh orangtua. Lingkungan rumah yang baik dan keluarga yang baik dan hangat juga dapat meningkatkan semangat belajar anak. Komunikasi antar anak-orangtua sangat diperlukan untuk membentuk karakter anak dalam belajar.
0 komentar:
Posting Komentar